Selasa, 05 November 2013


TAHUN BARU HIJRIYAH
Tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu, hari ini Selasa 5 November 2013 kita memasuki lembaran baru 1 Muharom 1435 H.Karenanya marilah kita panjatkan puji serta syukur kita kepada Allah SWT, bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk menkmati indahnya dunia walau bersifat fana, kita masih diberikan kesempatan untuk menghirup udara yang membuat kita masih dapat menkmati indahnya hidup walau terkadang jalan yang kita lalui terjal dan berliku, terkadang di iringi tangis dan air mata, namun tak sedkit juga dapat tertawa.Sholawat serta salam semoga selalu tercurah keharibaan baginda Rasulallah SAW, keluarga, sahabat, serta orang, orang yang mengikuti manhajnya.
Banyak orang yang mengaku beragama Islam namun tidak tahu penanggalan agamanya sendiri oleh karena itu disini Saya paparkan sejarah penanggalan Islam ( kalender Hijriah) yang Saya ambil dari berbagai sumber di internet.Berikut ini paparannya:
      Sejarah Penentuan Kalender Islam (Hijriyah)

 Pada tahun 682 Masehi, 'Umar bin Al Khattab yang saat itu menjadi khalifah melihat sebuah masalah. Negeri islam yang semakin besar wilayah kekuasaannya menimbulkan berbagai persoalan administrasi. Surat menyurat antar gubernur atau penguasa daerah dengan pusat ternyata belum rapi karena tidak adanya acuan penanggalan. Masing-masing daerah menandai urusan muamalah mereka dengan sistem kalender lokal yang seringkali berbeda antara satu tempat dengan laiinnya.
Maka, Khalifah 'Umar memanggil para sahabat dan dewan penasehat untuk menentukan satu sistem penanggalan yang akan diberlakukan secara menyeluruh di semua wilayah kekuasaan islam.
Nama bulan-bulan dalam kalender islam
Sistem penanggalan yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur'an, yaitu sistem kalender bulan (qomariyah). Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian. Namun ketetapan Allah menghapus adanya praktek interkalasi (Nasi'). Praktek Nasi' memungkinkan kaum Quraisy menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu bulan tertentu selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari. Karena itu pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi'ul Awwal artinya musim semi yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.
Praktek Nasi' ini juga dilakukan atau disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar memperoleh keuntungan dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Praktek ini juga berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan Haram. Pada tahun ke-10 setelah hijrah, Allah menurunkan ayat yang melarang praktek Nasi' ini:
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..." [At Taubah (9): 38]
"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah... " [At Taubah (9): 39]


Dalam satu tahun ada 12 bulan dan mereka adalah:
  1. Muharram
  2. Shafar
  3. Rabi'ul Awal
  4. Rabi'ul Akhir
  5. Jumadil Awal
  6. Jumadil Akhir
  7. Rajab
  8. Sya'ban
  9. Ramadhan
  10. Syawal
  11. Dzulqa'idah
  12. Dzulhijjah
Sedangkan 4 bulan Haram, di mana peperangan atau pertumpahan darah di larang, adalah: Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Peristiwa Hijrah sebagai tonggak Kalender Islam
Masalah selanjutnya adalah menentukan awal penghitungan kalender islam ini. Apakah akan memakai tahun kelahiran Nabi Muhammad saw., seperti orang Nasrani? Apakah saat kematian beliau? Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul atau turunnya Al Qur'an? Ataukah saat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan?
Ternyata pilihan majelis Khalifah 'Umar tersebut adalah tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah. Karena itulah, kalender islam ini biasa dikenal juga sebagai kalender hijriyah. Kalender tersebut dimulai pada 1 Muharram tahun peristiwa Hijrah atau bertepatan dengan 16 Juli 662 M. Peristiwa hijrah Nabi saw. sendiri berlangsung pada bulan Rabi'ul Awal 1 H atau September 622 M.

Sejarah  Hijrah
1.      Hijrah ke Negeri Abbesina (Etiopia)
23 April 2013 pukul 12:00
Q.S. Al Fiil 1-5
ٲلم تركيف فعل ربّك بٲ صحا ب الفيل۞
ٲلم يجعل كيدهم في تضليل۞
وٲرسل عليهم طيراأبابيل۞
 ترميهم بحجارة مّن سجّيل۞
 فجعلهم كعصف مّأكول۞

1. Habsyi juga dikenal dengan nama Abbessina atau Ethiopia. Raja Habsyi penganut agama Nashrani yang didalam kitabnya telah diberitakan akan datang suatu saat seorang Rasul Allah yang memiliki sifat-sifat yang sangat terpuji; 2. Rasul menganjurkan kaum muslimin hijrah karena siksaan pedih dari kafir Quraisy; 3. Hijrah ke Habsyi di samping menghindarkan dari siksaan kaum kafir Quraisy juga merupakan upaya mensyi'arkan Islam pertama ke daerah di luar Arab; 4. Hijrah ke Habsyi pertama terjadi pada tahun kelima setelah Nabi Muhammad diangkat sebagai Rasul; 5. Hijrah ke Habsyi kedua ialah tahun ketujuh setelah Nabi Muhammad diangkat sebagai Rasul; 6. Utusan kaum kafir Quraisy yang membujuk Raja Habsyi agar mengembalikan kaum muslimin ke Mekkah dipimpin oleh Amru bin Ash;
            A. Habsyi Sebelum Kelahiran Rasulullah
Sebelum Nabi Muhammad lahir, wilayah Habsyi atau Abbesinia adalah sekutu Kerajaan Romawi, Raja Habsyi bernama Nejus memeluk agama Nashrani. Raja Nejus inilah sekitar abad ke-5 Masehi bekerjasama dengan Kerajaan Romawi membebaskan kota Yaman dari serangan kaum Yahudi di bawah pimpinan Zu Nuas.
Setelah Yaman bebas dari pemerintahan Yahudi Habsyi, menempatkan panglimanya bernama Aryath yang dibantu oleh Abrahah. Kemudian Abrahah memberontak dan menggantikan Aryath. Setelah Abrahah berkuasa di Yaman. Ia berusaha menaklukkan kota Mekkah dan ingin menghancurkan Ka’bah. Kisah Abrahah ini ternukil dalam Al Qur’an surat al fiil. Pada tahun itu pulalah Muhammad kecil dilahirkan.
Pengaruh Habsyi di wilayah Arab (Yaman) hilang setelah Habsyi ditaklukkan oleh kerajaan Persia. Namun komunikasi antara penduduk Arab dengan Habsyi sudah pernah terjadi sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai Rasul. Bahkan ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul sudah tersiar berita bahwa, Raja Habsyi sangat berbeda dengan Abrahah yang pernah menyerang Ka’bah. Informasi yang sampai waktu iu ke kaum muslimin ialah bahwa Raja Habsyi bak dan sangat menghormati tamu.
B. Alasan Kaum Muslimin Hijrah ke Habsyi
Ajaran Islam yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, semakin menarik minat penduduk Mekkah. Sehingga jumlah yang mengaku beriman dari waktu ke waktu bertambah banyak. Keadaan ini menyebabkan kaum Kafir Quraisy kehilangan kesabarannya. Jika sebelumnyaNabi Muhammad dan kaum muslimin lebih banyak disakiti dengan ucapan dan ejekan, kini mulai dengan cara menyakiti fisik. Para sahabat yang masuk Islam mendapat siksaan yang sangat kejam. Bahkan kepada Nabi pun mereka telah berani melakukannya.
Suatu hari Uthbah bin Rabi’ah dating kepada Nabi menawarkan sejumlah harta, bila Nabi mau menghentikan dakwahnya. Kaum kafir Quraisy seakan sudah kehilangan akal sehat dan kesabarannya melihat pertumbuhan Islam. Semakin banyak yang disiksa semakin banyak yang membela dan masuk Islam. Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW tetap tidak merasa tenang melihat berbagai siksaan yang ditimpakan kepada sahabat beliau.
Melihat keadaan yang menimpa kaum muslimin, Nabi Muhammad mengusulkan kepada sahabat agar hijrah ke wilayah lain yang lebih aman. Wilayah itu adalah Ethiopia atau Abbesinia dan juga dikenal dengan nama Habsyi, hijrah ke Habsyi itu menjadi pilihan terbaik saat itu.


C. Hijrah ke Abbesinia yang Pertama
Waktu Nabi Muhammad SAW menganjurkan sahabat hijrah ke Habsyi, negeri itu sedang dikuasai oleh raja bernama Najasyi (Negus) yang beragama Nashrani dan dikenal sebagai seorang raja yang baik hati, taat pada ajaran agamanya, menjamin keselamatan seluruh penduduk dan tamu-tamuya.
Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-5 sesudah Nabi Muhammad SAW, diutus menjadi Rasul. Nasehat dan petunjuk Rasulullah itu diikuti oleh sahabat. Rombongan pertama berangkat sebanyak 14 orang sahabat. Mereka terdiri dari 10 orang sahabat lakui-laki dan 4 orang perempuan. Diantara mereka adalah Usman bin Affan, Zuber bin Awwam, Abdurrahman bin Auf.
Hijrah ke Habsyi tahap pertama mempunyai makna lain disamping menghindari siksaan dari orang Quraisy, yakni memperkenalkan Islam kepada penduduk di luar Arab. Hijrah ke Habsyi ini adalah diplomasi pertama yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, ke luar Arab.
Setelah rombongan kaum muslimin sampai di Habsyi, kemudian pimpinan rombongan menghadap raja. Mereka diterima secara baik dan tidak mendapat kesulitan menemui raja. Kenyataan yang mereka lihat memang sesuai dengan apa yang diberitakan Rasulullah, yakni raja Habsyi baik hati dan menjamin keamanan seluruh rakyat dan orang-orang yang dating ke sana. Para sahabat yang hijrah merasa lega. Penderitaan yang mereka alami waktu di Mekah telah hilang. Kini mereka dapat bekerja dengan baik, beribadah dengan tenang, dapat mengamalkan ajaran agama dengan bebas.
Berita gembira ini sampai pula ke negeri Mekah. Para sahabat yang masih berada di Mekah sangat gembira mendengarnya. Hal itu menggugah semangat sahabat yang lain untuk hijrah ke negeri Habsyi. Setelah merasa cukup lama meninggalkan Mekah, maka sebagian yang hijrah tahap pertama ke Habsyi pulang ke Mekah. Tetapi di Mekah tetap mendapat perlakuan yang tidak baik dari kaum Quraisy. Mereka masih tetap dimusuhi dan dianiaya, sehingga ada yang kembali berangkat ke Habsyi dan menetap disana. Inilah tim dakwah yang menyebarkan agama Islam di Ethiopia untuk masa selanjutnya.
D. Hijrah ke Abbesinia yang Kedua
Pengalaman pertama kaum muslimin ke Habsyi ternyata mendorong minat sahabat yang lain untuk mencobanya. Sebab tinggal di Mekah semakin hari semakin sulit. Penderitaan demi penderitaan dating silih berganti. Keberingasan kafir Quraisy sudah melampaui batas perikemanusiaan. Para budak yang masuk Islam dicambuk, dijemur di terik matahari, dipotong anggota tubuhnya dan ada yang langsung dibunuh.
Pada tahun ke-7 masa kerasulan, berangkatlah rombongan kedua dengan jumlah yang lebih besar, yaitu 101 orang. Rombongan ini terdiri dari 83 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Hijrah ke Habsyi yang kedua ini dipimpin oleh Ja’far bin Abdul Mutholib.
Sampai di Habsyi rombongan melakukan hal yang sama dengan rombongan pertama yaitu menghadap raja. Ketika bertemu dengan raja, Ja’far bin Abdul Muthalib sebagai pimpinan rombongan menerangkan maksud kedatangan mereka. Ia memohon raja Najasyi memperkenankan mereka tinggal di negeri Habsyi. Raja Najasyi memahami dan menaruh simpatik kepada mereka dan mengatakan bersedia menolong dan melindungi mereka.
 E. Sikap & Siasat Kaum Quraisy terhadap Hijrahnya kaum muslimin
Berita hijrah kedua ini diketahui oleh kafir Quraisy, sebab jumlah rombongan ini jauh lebih banyak dari rombongan pertama. Orang Quraisy khawatir mereka menjadi kuat di daerah tempat hijrah. Kekhawatiran itu semakin beralasan sebab kafir Quraisy mendengar bahwa kaum muslimin mendapat perlakuan yang baik dari raja Habsyi yang bernama Najasyi.
Kafir Quraisy menyusun siasat agar kaum muslimin yang hijrah itu kembali ke Mekah, siasat tersebut adalah menginformasikan kepada raja Habsyi bahwa mereka yang hijrah itu adalah pemberontak dan bermoral jelek. Informasi itu harus disampaikan langsung kepada raja agar mereka diusir dan disuruh kembali ke Mekah.
Untuk melaksanakan tipu muslihat tersebut kafir Quraisy mengirim delegasinya ke Abbesinia mengahadap raja Najasyi. Delegasi itu dipimpin Amru bin Ash dan Abdullah bin Rabi’ah. Sampai di Abbesinia kedua utusan itu berusaha mencari dukungan dari Uskup gereja kerajaan. Setiap uskup yang ditemui mereka beri hadiah agar mendukung maksud tersebut. Berkat kelihaian mereka, maka uskup gereja mengijinkan masuk menghadap raja. Pada tahap Pertama yaitu bertemu dengan raja, usaha mereka berhasil.
 F. Pertemuan Utusan Quraisy dengan Raja Abbesinia
Waktu pertemuan Amru bin Ash selaku ketua delegasi menjelaskan :
“Hai Paduka! Di Negara tuan ada pelarian dari negeri kami. Mereka dalah orang-orang yang keluar dari agama nenek moyang mereka, masuk agama baru yang tidak kami ketahui asal-usulnya. Agama tersebut lain dari agama tuan. Agama tersebut memecah belah persatuan kita. Sehingga kami diutus untuk minta (tolong)  kepada tua, agar membantu kami mengembalikan pelarian itu”
Para pendeta yang sudah menerima suap, bekerjasama dengan delegasi Quraisy dan menyatakan mendukung informasi yang disampaikan itu. Namun Raja Habsyi tidak langsung percaya ucapan Amru bin Ash dan Abdullah bin Rabi’ah. Raja ragu, sebab yang ia lihat sangat berbeda dengan yang diinformasikan Amru bin Ash dan kawannya. Kemudian raja menyuruh pegawai istana memanggil seluruh kaum muslimin. Lalu menanyakan apakah benar mereka menganut agama yang memecah belah persatuan di negerinya? Kenapa orang Islam tidak memilih agama Kristen atau agama nenek moyang saja?
Pertanyaan itu dijawab oleh Ja’far bin Abdul Muthalib :
“Ya Paduka Kaisar! Dulu waktu kami masih hidup pada zaman jahiliyah, kami adalah kaum penyembah berhala, gemar makanan haram, minum arak, berbuat dosa, menimbulkan kerusakan dan memutuskan hubungan keluarga. Bahkan kami menindas orang lemah. Itulah kebiasaan kami pada zaman jahiliyah. Kemudian Allah telah mengutus seorang Nabi yang telah kami kenal kejujurannya, amanahnya.beliau mengajak kami menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan lainnya. Tetapi kaum kami benci dan menyiksa kami. Terpaksa kami hijrah dari negeri ini agar agar kami mendapatkan perlindungan dari kejahatan mereka”
 Raja Najasyi termenung dan bertanya: “Apakah Nabi anda mengajarkan sesuatu dari Allah?”. Maka Ja’far bin Abdul Muthalib membacakan salah satu firman Allah yaitu surat Maryam. Mendengar ayat al Qur’an itu, Raja dan Uskup terharu dan menangis tersedu-sedu. Lalu menyuruh utusan Quraisy untuk pulang ke Mekah dan Raja tidak mau menyerahkan kaum Muslimin untuk kembali ke Mekah.
Amru bin Ash dan kawan-kawan tidak berhasil. Bahkan para pendeta yang semula mendukung usaha mereka berbalik kagum kepada kaum muslimin. Ternyata apa yang mereka dengar dari kaum Quraisy tidak benar. Melihat keadaan yang semakin menyudutkan delegasi Quraisy, maka Amru bin Ash berkata : “ Wahai raja, sesungguhnya mereka menuduh terhadap Isa dengan perkataan yang tidak baik”.
Maka Raja bertanya kepada Ja’far, bagaimana pendapatnya tentang Isa. Ja’far menjelaskan :
“Nabi kami mengajarkan bahwa Isa adalah hamba Allahyang diutus Allah. Isa adalah roh-Nya dan kalimat-Nya yang diciptakan lewat kandungan Maryam”.
 Mendengar jawaban Ja’far bin Abdul Muthalib raja Najasyi berdiri dan memukul-mukulkan tongkatnya, sambil berkata:
“Demi Allah, apa yang dikatakan mereka adalah sama dengan apa yang kami percayai. Tidak lebih dan tidak kurang sedikitpun seperti yang diajarkan kepada kami”
Maka habislah harapan utusan Quraisy. Raja Najasyi menyuruh mereka pulang ke Mekah, mereka pulang dengan tangan hampa dan umat Islam pun tetap mendapatkan perlindungan dari Raja Najasyi serta mendapatkan penghormatan yang lebih baik.


Sejarah Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah


Hijrah yang berarti perpindahan dianggap sebagai salah satu ibadah dengan nilai pahala yang tinggi. Dalam banyak ayat al-Quran Allah Swt menjelaskan kemuliaan ibadah ini dan menjanjikan ganjaran yang berlipat ganda kepada mereka yang berhijrah. Sebab, selain kesulitan yang dihadapi seorang muhajir baik kesulitan karena meninggalkan negeri asal, kesulitan di negara baru dan banyak hal lain, hijrah juga dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara agama dan risalah ilahi yang terakhir ini.




ALI MENGGANTIKAN TIDUR RASULULLAH SAW

          Quraisy berencana membunuh Muhammad, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Madinah. Ketika itu kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Ketika perintah dari Alloh SWT datang supaya beliau hijrah, beliau meminta Abu Bakar supaya menemaninya dalam hijrahnya itu. Sebelum itu Abu Bakar memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan.

          Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Demikianlah, ketika pemuda-pemuda Quraisy mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad Saw, mereka melihat sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mengira bahwa Nabi Saw masih tidur.




DI DALAM GUA TSUR

          Rasullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) tinggal di dalam goa Tsur pada hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Selama itu, berlangsung pertolongan bagi mereka berdua.

          1. Abdullah bin Abu Bakar (RA) mendatangi goa pada malam hari dan menyampaikan berita perihal berbagai rencana dan kegiatan orang-orang kafir kepada mereka berdua. Sebelum fajar ia sudah kembali ke Makkah sehingga seolah-olah ia selalu berada di Makkah.

         2. Amar bin Fuhairah menggiring domba-domba gembalaannya ke dalam goa pada malam hari sehingga Rasulullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) bisa minum susu domba hingga cukup kenyang. Amar menggiring kembali domba-dombanya ke Makkah sebelum fajar selang beberapa waktu setelah Abdullah bin Abu Bakar kembali ke Makkah, dengan demikian jejak kaki Abdullah terhapus oleh jejak domba-domba itu.

         3. Abdullah bin Ariqat Laitsi, seorang kafir yang dapat dipercaya dan bekerja sebagai pemandu yang diupah oleh Abu Bakar (RA) datang ke goa ini, setelah hari ke-tiga, membawa dua ekor onta.

          4. Pada waktu itu Abu Bakar (RA) menawarkan satu dari onta itu kepada Nabi (SAW) sebagai hadiah. Namun beliau (SAW) memaksa membeli onta itu. Abu Bakar (RA) pun akhirnya bersedia menerima pembayaran sebesar empat ratus dirham untuk onta itu. Onta inilah yang kemudian dikenal sebagai onta Rasulullah (SAW) yang dinamai Quswa.

          5. Dengan dipandu oleh Abdullah bin Ariqat, mereka berdua memulai perjalanan menuju Madinah. Amar juga menyertai perjalanan mereka.
SURAQA

          Ketika itu Quraisy mengadakan sayembara, barangsiapa bisa menyerahkan Muhammad akan diberi hadiah seratus ekor unta. Mereka sangat giat mencari Rasululloh Saw. Ketika terdengar kabar bahwa ada rombongan tiga orang sedang dalam perjalanan, mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Suraqa b. Malik b. Ju’syum, salah seorang dari Quraisy, juga ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Tetapi ia ingin memperoleh hadiah seorang diri saja. Ia mengelabui orang-orang dengan mengatakan bahwa itu bukan Muhammad. Tetapi setelah itu ia segera pulang ke rumahnya. Dipacunya kudanya ke arah yang disebutkan tadi seorang diri.
          Demikian bersemangatnya Suraqa mengejar Nabi Muhammad Saw hingga kudanya dua kali tersungkur ketika hendak mencapai Nabi. Tetapi melihat bahwa ia sudah hampir kedua orang itu, ia tetap memacu kudanya karena rasanya Muhammad sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Suraqa merasa itu suatu alamat buruk jika ia bersikeras mengejar sasarannya itu. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil:
“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.” Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa. Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang. Sekarang bila ada orang mau mengejar Nabi Saw, maka dikaburkan olehnya, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.

SEJARAH KISAH HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW KE MADINAH

            Selama tujuh hari terus-menerus rombongan Rasululloh Saw berjalan, mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir dengan perasaan kuatir. Hanya karena adanya iman kepada Alloh Swt membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Ketika sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Jarak mereka dengan Madinah kini sudah dekati.

            Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang Hijrah Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Madinah. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasululloh dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya.

MASYARAKAT MADINAH

            Tersebarnya Islam di Madinah dan keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin bahkan berani mempermainkan berhala-berhala kaum musyrik di sana. Seseorang yang bernama ‘Amr bin’l-Jamuh mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. ‘Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Madinah biasa dipakai tempat buang air.

            Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada ‘Amr mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat ‘Amr itu, dan diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: “Kalau kau memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau.” Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.

            Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia, ia pun masuk Islam.

MESJID QUBA'
            Ketika rombongan Rasululloh Saw sampai di Quba’, mereka tinggal empat hari ia di sana dan membangun mesjid Quba’. Di tempat ini Ali b. Abi-Talib ra menyusul, setelah mengembalikan barang-barang amanat – yang dititipkan oleh rasululloh Saw – kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Ali ra menempuh perjalanannya ke Madinah dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk menyusul saudara-saudaranya seagama.

SAMPAI DI MADINAH

            Demikanlah akhirnya rombongan Rosululloh selamat sampai Madinah. Hari itu adalah hari Jum’at dan Muhammad berjum’at di Madinah. Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang. Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka.

            Setiba Rasulullah (SAW) di Madinah, onta beliau (Quswa) duduk di lahan terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari (RA). Maka beliau (SAW) pun menetap di tempat itu sampai terselesaikannya pendirian Masjid Nabawi dan sebuah tempat berteduh untuk beliau. Seluruh sahabat bersama-sama Nabi (SAW) juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana juga mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba’
.

            Beberapa hari kemudian, istri Nabi (SAW); Saudah (RA); dua putri beliau Fatimah (RA) and Ummu Kulsum (RA), Usamah bin Zaid (RA), ‘Aisyah (RA) dan Ummu Aiman (RA) juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar (RA). Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab (RA), baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.

            Di Madinah, Rasulullah (SAW) memanjatkan doa (yang artinya) sebagai berikut, “Wahai Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon, jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi kami. Tambahkanlah keberkahan didalam takaran (shaq dan mud) kami, dan pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke Juhfah.” Allah (SWT) mengabulkan doa beliau dan beliaupun menetap di Madinah karena begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (Bukhari).
Hikmah Hijrah
Dalam Islam ada tiga bentuk hijrah:
  1. Berpindah dari negeri yang penuh kesyirikan ke negeri Islam, seperti hijrah Rasulullah dan para sahabat dari Makkah (negeri yg penuh kesyirikan kala itu) ke Madinah (negeri Islam).
  2. Berpindah dari Negeri yang menebar teror atau menakutkan ke negri yang aman, sepeti Hijrahnya Rasulullah dan sebagian sahabat ke Habasayah (Etopia).
  3. Meninggalkan segala hal yang dilarang Allah. Sebagaimana dijelasakan dalam sabad Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
( اَلْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ ) رواه البخاري
“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala hal yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta’ala ” (HR. Al Bukhari)
            Hijrah adalah sebuah tonggak sejarah besar dalam perjalanan dakwah Rasulullah saw. Hijrah adalah peristiwa yang sangat menentukan bagi kesuksesan Rasulullah saw. mengemban risalah dalam rangka mengeluarkan manusia dari beraneka kegelapan menuju cahaya kebenaran. Sebelum peristiwa Hijrah terjadi, Rasulullah saw. telah berupya sekuat tenaga untuk mengajak manusia ke jalan Tuhan. Akan tetapi, usaha beliau kurang membuahkan hasil kalau tidak akan dikatakan mengalamai kemandekan dan kegagalan. Berbagai macam tantangan dan cobaan dihadapi Rasulullah saw. selama kurang lebih tiga belas tahun berdakwah di Makkah. Keluhan Rasulullah saw. direkam oleh Allah swt. seperti diucapkan melalui lidah nabi Nuh as. dalam surat Nuh [71]: 5-7
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا(5)فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا(6)وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي ءَاذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا(7)
Artinya: “Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang (5). maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran) (6). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat (7).”
Akhirnya, atas perintah Allah swt. Nabi saw. melakukan hijrah yaitu berpindah dari Makkah ke Madinah. Dan ternyata, di Madinah Rasulullah saw. memperoleh kesuksesan besar dalam berdakwah mengembangkan agama Islam. Hanya dalam waktu sepuluh tahun, seluruh jazirah Arab tunduk di bawah kekuasan Negara Islam yang berpusat di Madinah.
Ada banyak hikmah di balik peristiwa hijrahnya Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah. Di antaranya;
Pertama, bahwa kegagalan tidak mesti menjadikan seseorang berputus asa dalam berjuang mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan. Jika manusia mengalami kegagalan di suatu tempat, di sebuh metode dan cara, maka hendaklah dia mencari tempat, cara atau metode baru dalam mencapai kesuksesan.
Rahmat dan karunia Allah itu tersebar luar, allquran meyakikan.
وَلَا تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ(87)
“dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf ayat 87)
 Kedua: semangat pengorbanan
Ketika akan hijrah, Abu Bakar ash-Shiddiq membeli dua ekor unta yang akan mereka kendarai menuju Madinah. Abu Bakar berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah! Saya telah membeli dua ekor unta untuk kendaraan kita menuju Madinah. Silahkan engkau pilih mana unta yang engkau sukai dari kedua unta ini!”. Rasulullah menjawab, “Tidak, saya tidak akan menaiki unta yang bukan milik saya”. “Unta ini adalah milik engkau yang Rasulullah, karena saya telah menghadiahkannya untukmu”. Jawab Abu Bakar.
Rasulullah tetap menolak untuk mengendarai unta tersebut, sebelum mengganti harganya seharga yang dibeli oleh Abu Bakar. Akhirnya, Abu Bakar mengalah dan menerima uang dari Rasulullah saw. sebanyak harga dia membeli unta tersebut.
Begitu pula Rasulullah saw bersama Abu Bakar sampai di Madinah, hal pertama yang dilakukan beliau adalah mencari tempat di mana masjid akan dibangun. Setelah mendapatkan lahan yang tepat, pemilik tanah yang akan dijadikan tempat berdirinya masjid tersebut berkata, “Ya Rasulullah! Tanah ini saya wakafkan sebagai tempat pembangunan masjid”. Namun, Rasulullah menolak sambil berkata, “Saya akan membangun masjid di atas tanah yang saya beli dengan harta saya”. Akhirnya, pemilik tanah tersebut menjual tanah itu kepada Rasulullah untuk kemudian dijadikan tempat pembangunan masjid Nabi.
Dari kisah tersebut, ada hal yang ingin diajarkan Rasulullah kepada umatnya, bahwa untuk mencapai sesuatu yang besar perlu ada pengorbanan. Tidak akan ada kesuksesan besar, tanpa adanya kesediaan untuk berkorban. Buknakah kta hijrah dan perjuangan selalu seringkali dikaitkan dengan pengorbanan harta bahkan nyawa? Lihatlah firman Allah dalam surat at-Taubah [9]: 20
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
Ketiga : Konsep pemahaman tawakal yang benar
Jika kita ingin belajar tawakal dengan benar maka lihatlah kisah hijrah Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menampakkan sikap tawakal dan mengambil sebab-sebabnya.
Dalam hijrah tersebut Nabi shallallahu alaihi wasallam mengambil sebelas sarana (rencana) yang menjadi sebab-sebab yang mengantarkan pada kemenangan dan keselamatan, beliau tidak meninggalkan planingnya sama sekali… beliau keluar dari rumahnya di akhir malam agar tidak diketahui oleh kaum kafir, kemudian beliau pergi ke rumah Abu Bakar di pertengahan siang hari, dimana Abu Bakar berkata, “Beliau mendatangi kami di waktu yang tidak biasanya beliau datang kepada kami” hal itu dilakukan untuk mengelabui kaum kafir.
Nabi pun mengabarkan perintah hijrah kepada Abu Bakar, maka keduanyapun keluar dari pintu belakang rumah, beliau mengambil jalan arah utara—padahal Madinah terletak di arah selatan— agar jejak keduanya tidak bisa dilacak oleh orang-orang musyrik yang menyisir jalan arah selatan ke kota Madinah. Kemudian keduanya bersembunyi di dalam goa Tsur selam tiga hari lebih dengan penuh kehati-hatian. Sementara Abdullah bin Abu Bakar bertugas sebagai informan yang membawa kabar tentang orang-orang Quraisy, sementara Asma bertugas membawakan makanan dan minuman kepada keduanya.
Lihatlah sebuah perencanaan yang matang…tidak seorang quraisy pun yang dapat membaca perencanaan ini…sampai pada Asma binti Abu Bakar juga tidak seorang pun menyangka wanita ini yang kondisinya sedang hamil tujuh bulan….Anda telah meyaksikan bagaimana perencanaan orang yang tawakal kepada Allah.

Lalu bagaimana dengan bekas-bekas jejak kaki Asma ini, Abu Bakar memerintahkan penggembala kambingnya, Abdullah bin Fahirah agar gembalaan kambing-kambingnya setiap hari melewati jalan yang biasa dilalui oleh Asma, seakan-akan memang dia menggemabla dan tidak ada satupun yang meragukannya.
Akan tetapi setelah perencanaan ini, apakah kaum kafir berhasil menyusul Rasulullah dan Abu Bakar?  Mereka nyaris menemukan keduanya dan mereka telah berdiri di mulut gua… mungkin dalam benak kita terbesit, tidak masuk akal setelah semua perencanaan matang ini kaum kafir  bisa mencapai tempat persembunyian keduanya?
Itu logika manusia… akan tetapi logika Allah Al Wakil sengaja menghendaki agar kaum kafir sampai di tempat persembunyian Rasulullah dan Abu Bakar, untuk mengajarkan kepada Nabi dan kita semua arti tawakal kepada Allah, bahwa melakukan sebab-sebab itu wajib akan tetapi jangan   mengatakan bahwa sebab-sebab itulah yang menyelamatkannya.
Kaum kafir dan musyrik sampai di depan mulut goa, Abu Bakar berkata kepada Rasulullah, “Jika salah seorang mereka melihat ke bawah kedua telapak kakinya pasti akan melihat kita.” Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab untuk menenangkannya, “Bagaimana menurutmu dengan dua orang semnetara Allah yang ketiganya, jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita.”
Inilah arti tawakal yang harus kita pelajari dan tanamkan di dalam jiwa kita untuk menghilangkan deprsi yang menguasai para pemuda usia dua puluh tahunan karena khawatir dengan masa depannya, serahkan dan pasrahkan kepada Allah, tawakallah kepada-Nya dan lakukanalah sebab-sebabnya. Dengan sikap lapang ini akan banyak problematika teratasi.
Begitulah cara yang paling tepat untuk bertawakal. Bahwa tawakal dilakukan setelah sebelumnya ada perancaan yang matang dan usaha yang maksimal, barulah kemudian menyerahkan hasil dan keputusannya kepada Allah. Jika tidak ada perencaaan dan usaha, maka tawakkal dalam hal ini adalah sesuatu yang keliru.
Keempat: ketika Nabi saw. telah sampai di Madinah, maka hal pertama yang dilakukan beliau adalah membangun Masjid sebagai tempat peribatan dan penyembahan kepada Allah, sekaligus menjadi sentral kegiatan dakwah beliau. Hal itu memberikan pelajaran kepada kita, bahwa jika ingin sukses dalam berjuang dan mencapai cita-cita, maka hendaklah memulainya dengan beribadah (bersujud). Sebab, sujud atau ibadah akan membuat seseorang memiliki keyakinan yang besar akan pertolongan dan bantuan Allah, sehingga kalaupun nanti dia menemui berbagai kesulitan dan tantangan dia akan tetap semangat menghadapinya. Kalaupun, nanti dia sukses maka kesuksesannya itu tidak menjadikannya lupa diri, sehingga muncul sikap sombong dan angkuh dalam dirinya. Karena, dia akan selalu sadar bahwa kesuksesan yang diraihnya adalah berkat bantuan dan pertolongan Allah. Inilah yang disebutkan Allah dalam surat at-Taubah [9]: 109
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Kelima:  Yang juga dilakukan nabi setelah sampai di Madinah adalah mepersatukan dan mempersaudarakan kaum Muhajirin (pendatang) dan Anshar (penduduk asli). Sehingga, umat Islam ketika itu sudah menjadi sebuah kesatuan dan memiliki kekuatan yang menjadi cikal bakal kesuksesan dakwah dan perjuangan menegakan kalimat Tauhid di kemudian hari. Melalui hal itu, Rasulullah ingin mengatakan kepada umatnya tentang pentingnya kebersamaan persatuan dalam mencapai suatu maksud. Sebab, tidak akan ada kesuksesan tanpa bantuan dan keikutsertaan pihak lain. Seseorang baru bisa menjadi “bos”, jika ada sebagian orang yang bersedia menjadi bawahannya. Begitulah seterusnya.
Keenam, Hal lain yang dibangun nabi Mauhammad ketika sampai di Madinah adalah pasar sebagai basis ekonomi umat Islam ketika itu. Kenapa Rasulullah saw. membangun pasar? Sebab, apapun bentuknya perjuangan manusia, apalagi dakwah mengajak manusia ke jalan Tuhan, perlu didukung oleh kekuatan ekonomi. Jika ekonomi umat Islam ini bagus, tentulah dakwah akan bisa dijalankan dengan maksimal dan agaknya secara otomatis tingkat keberagamaan umat Islam akan lebih bagus. Bukankah Ali pernah bersabda, “Kefakiran sangat dekat dengan kekukufuran”.
Ketujuh, Dari peristiwa ini, terjadi perubahan sosial. Islam sebagai sebuah kelompok/golongan didalam masyarakat telah berkembang menjadi sebuah kesatuan Ummat Islam. Maka sirnalah diskriminasi atas dasar warna kulit, kredo, ataupun kekayaan. Semua Muslim setara/egaliter.
Kedelapan, Menurut para ahli sejarah Muslim, Rasulullah (SAW) tiba di Quba‘ pada tanggal 16 Juli 632 M. yang mana berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender Hijriyah.
Kesembilan, Adalah di Madinah, diletakkan dasar-dasar khilafah (pemerintahan) Islam. Peristiwa bersejarah berupa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama dengan kelompok Yahudi dan beberapa suku yang lain menjadi panduan bagi generasi-generasi yang kemudian, yang kemudian disebut Piagam Madinah.
Itulah di antara hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa hijrahnya nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Madinah. Semoga bisa menjadi pelaran bagi kita. Amin.
Akhirnya marilah kita berdo’a menyambut kedatangan Tahun baru Hijriah 1435 H
 (dibaca ba’da ashar di akhir tahun, 3 kali)
““Bismillaahir rahmaanir rahiim.
Alhamdulilahirabbil alamiin. Washalallaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shahbihii wa salam.
Allahumma maa ‘amiltu fii haadzihis sanatilmimmaa nahaitanii ‘anhu falam atub minhu walam tardlahu walam tansahuu wahalimta ‘alayya ba’da qudratika ‘alaa ‘uquubatii wada’autanii ilattaubati minhu ba’da juratii ‘alaa ma’shiyatika fainnii astaghfiruka faghfirli. Wamaa ‘amiltu fiihaa mimmaa tardlaa-hu wawa’adtanii ‘alaihits tsawaaba fa as alukallaahumma yaa kariimu yaa dzal jalaa-li wal ikraami an tataqabbalaahu ‘alaa sayyidinaa Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa ‘aalihi wa shahbihii wa sallam” (3x)
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah, Tuhan seluruh Alam. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya. Ya Allah, segala yang telah ku kerjakan selama tahun ini dari apa yang menjadi larangan-Mu, sedang kami belum bertaubat, padahal Engkau tidak melupakannya dan Engkau bersabar (dengan kasih sayang-Mu), yang sesungguhnya Engkau berkuasa memberikan siksa untuk saya, dan Engkau telah mengajak saya untuk bertaubat sesudah melakukan maksiat. Karena itu ya Allah, saya mohon ampunan-Mu dan berilah ampunan kepada saya dengan kemurahan-Mu. Segala apa yang telah saya kerjakan, selama tahun ini, berupa amal perbuatan yang Engkau ridhai dan Engkau janjikan akan membalasnya dengan pahala, saya mohon kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan, semoga berkenan menerima amal kami dan semoga Engkau tidak memutuskan harapan kami kepada-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pemurah. Dan semoga Allah memberikan rahmat dan kesejahteraan atas penghulu kami Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Amin yaa rabbal ‘alamin.












DOA AWAL TAHUN (dibaca ba’da maghrib di awal tahun, 3 kali)

Bacalah doa ini tiga kali saat kita memasuki tanggal 1 Muharam. Bisa dilakukan selepas maghrib atau pun sesudahnya. Dengan doa ini kita sebagai Mu’min memohon kepada Allah Swt. agar dalam memasuki tahun baru ini kita dapat meningkatkan amal kebajikan dan ketaqwaan.
Do’a Awal Tahun
 
 Bismillaahir-rahmaanir-rahiim
Alhamdulillahirabbil alamiin. Wa shallallaahu ‘alaa (sayyidinaa) Muhammadin asrofil mursaaliin wa ‘alaa ‘aalihi wa shahbihii ajmain.
Allaahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwalu, wa ‘alaa fadhlikal-’azhimi wujuudikal-mu’awwali, wa haadza ‘aamun jadidun qad aqbala ilaina nas’alukal ‘ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa’ihi wa junuudihi wal’auna ‘alaa haadzihin-nafsil-ammaarati bis-suu’i wal-isytighaala bimaa yuqarribuni  ilaika zulfa yaa dzal-jalaali wal-ikram yaa arhamar-raahimin, wa sallallaahu ‘alaa (sayyidina) Muhammadin wa ‘ alaa ‘ aalihi wa shahbihii wa sallam. Walhamdulillahirrablil alamiin
Artinya:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya. Ya Allah Engkaulah Yang Abadi, Dahulu, lagi Awal. Dan hanya kepada anugerah-Mu yang Agung dan Kedermawanan-Mu tempat bergantung. Dan ini tahun baru benar-benar telah datang. Kami memohon kepada-Mu perlindungan dalam tahun ini dari (godaan) setan, kekasih-kekasihnya dan bala tentaranya. Dan kami memohon pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu amarah yang mengajak pada kejahatan, agar kami sibuk melakukan amal yang dapat mendekatkan diri kami kepada-Mu wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarganya dan sahabatnya. Dan Segala puji milik Allah, Tuhan seluruh alam. Amin yaa rabbal ‘alamin